Rabu, 27 Agustus 2014

Membangun Pariwisata Bali untuk orang Bali

Bali pulau kecil yang mempesona. Bukan hanya wisatawan, banyak peneliti asing juga tertarik untuk meneliti di Bali. Michel Picard salah satu diantaranya meneliti dinamika pariwisata Bali dengan berbagai implikasinya. Tidak mau kalah, Nyoman Sukma Arida salah seorang dosen Muda PS Pariwisata Unud, menyampaikan pemikiran membangun pariwisata Bali “untuk” orang Bali melalui buku yang berjudul “Meretas Jalan Ekowisata Bali”.
Pembangunan pariwisata Bali yang brorientasi pada jumlah kunjungan wisatawan (mass tourism) memberikan tekanan terhdap kelestarian lingkungan fisik dan sosial budaya. Moto pariwisata budaya hanya sekedar jargon, dalam kenyataannya pariwisata Bali telah berdampak pada peminggiran penduduk bali sendiri. Atas keprihatinan ini, pembangunan pariwisata yang lebih bermanfaat bagi orang bali di gagas. Dalam buku setebal 175 halaman ini penulis meramu hasil penelitian materi sikripsi dan tesisnya yang sama-sama mengkaji tentang dinamika pembanguanan ekowisata di Bali. Penulis mencoba pengambarkan lika-liku pengembangan Ekowisata mulai perintisan, partisipasi masyarakat hingga respon masyarakat di tiga desa kuno di Bali (Desa kemenuh, Tenganan, dan kiadan, pelaga-red).
Buku dengan meramu hasil penelitian ini di pilah dalam beberapa bagian. Secara sepintas format penulisannya mirip laporan karya ilmiah. Bagian pertama menyajikan latarbelakang pemikiran, fokus kajian, serta metodologi penelitian. Perkembangan pariwisata, pengertian ekowisata, pembagunan pariwisata, serta pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Bali di sajikan pada bagian kedua.

Pariwisata Bali di Persimpangan Jalan


Salah satu pembangunan fasilitas pariwisata tanpa memperhatikan
kepentingan lingkungan
 


Pembangunan pariwisata Bali yang terus di genjot sejak tahun 1970an sudah menemui titik klimaks. Kualitas Destinasi Pariwisata Bali menurun, hal ini diungkapkan Kepala Bidang Pengkajian dan pengembangan Dinas prisiwata Bali Drs I Ketut Narya dalam Seminar Mencari Format Pengelolaan Pariwisata Bali yang Sustainable (25/4/2011) lalu di Fakultas Pariwisata Unud. Narya mengungkapkan tingginya tekanan pembangunan fasilitas penunjang pariwisata oleh investor justru mengancam keberlanjutan pariwiata Bali. Narya mengakui banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran  dalam pembangunan tersebut, bahkan terkadang pemda terlambat mengeluarkan aturan-aturan sehingga sulit menindaknya. Akibat banyaknya hotel di Bali, penawaran kamar yang mencapai 16.145.000 kamar, sedangkan permintaannya hanya mencapai 5.500.000 kamar per tahun. Narya sangat menyayangkan kondisi ini, dan perang tarif anatara pelaku parisiwata tidak dapat dielakan. Keseimbangan Supply dan demand harus di jaga sehigga Bali akan menjadi Price maker  bukan price Taker seperti sekarang ini.

Selasa, 26 Agustus 2014

Ekspedisi Mutis_Edisi Menuju Fatumnasi

Persiapan Menuju Fatumnasi
Laki-laki paruh baya itu mondar-mandir di lobby bagian belakang, Gedung Rektorat Universitas Nusa Cendana Penfui. Mengenakan celana pendek motif kotak-kotak, laki-laki ini nampak kontras dengan para pegawai yang lalu lalang  di gedung perkantoran itu (20/8) pagi. Bapak itu terlihat sesekali membuka bagasi belakang mobil double cabin yang mengantarnya.  Penulis segera menghampirinya sambil bengajukan tangan untuk bersalaman. Menanyakan kabar, dan berbincang ringan. Aktivitas perkantoran berjalan seperti biasanya. Laki-laki itu adalah Zigma Naraheda. Teman-teman dekatnya biasa memanggilnya om Im. Om Im merupakan salah satu pendukung utama ekspedisi Gunung Mutis serangkaian perayaan Dies Natalis Universitas Nusa Cendana yang ke 52. Om Im bersama team lainnya akan berangkan ke mutis pagi itu. Tidak lama kami berbincang-bincang, beberapa sahabat yang akan ikut pendakian bergabung lengkap dengan ransel dipunggung. Obrolan hangat terjadi sambil menunggu anggota lainnya yang belum bergabung. Sesuai kesepaktan, Kami akan berangkat jam 10 pagi. Mendekati jam 10, seorang petugas keamanan kampus menghampiri seraya meminta kami bergeser ke lobby bagian depan. Maaf bapak, karena akan dilepas oleh Bapak PR3 (Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan), mohon bergeser ke loby depan sergah petugas itu memecah obrolan kami. Kami bergegas ke loby depan, dan acara pelepasan dilakukan.

Minggu, 24 Agustus 2014

Komitmen Berdayakan Pangan Lokal

Saat mebuka-buka file-file lama, tidak sengaja menemukan sebuah berita kilas yang ditulis di media kampus ku dulu. Tulisan yang dibuat ketika menrima surat masuk. Sebagai tukang terima surat, tentu saya waktu itu melahap semua isi surat-surat yang masuk. Surat dari MENPAN bernomor No 52/TU.210/M/3/2009 menarik perhatian saya. Kuatkan pangan lokal, dimulai dari institusi pemerintah. Setelah lima tahun lebih surat edaran ini, ternyata panganan lokal tidak berdaya dalam pasar kuliner. bahkan, dalam hajatan yang diselenggarakan pemerintah sekalipun panganan lokal tidak mampu berbuat banyak. hanya sesekali saya menjumpai penyajian panganan lokal. Setelah hijrah ke Kota Kupang, hal serupa juga saya jumpai. Acara-acara resmi yang diselenggarakan kalangan pemerintah lebih "doyan" menggunakan panganan bermerek daripada panganan lokal. berikut tulisan singkat tentang edaran pak menteri.

GUNAKAN PANGAN LOKAL!!!
 Rendahnya konsumsi produk pangan lokal di kalangan instasni pemerintahan dan pendidikan menarik perhatian Menteri Pertanian Anton Apriyantono. Melalui surat edaran No 52/TU.210/M/3/2009 tertanggal 11 Maret 2009, Anton Apriyantono menyerukan pemanfaatan produk pangan lokal termasuk sayur-sayuran dalam penyajian makanan dan snack pada acara rapat, pertemuan, pelatihan atau kegiatan lainnya. Hal ini untuk mendorong percepatan divesifikasi konsumsi pangan berkelanjutan dengan didukung pasar domestik yang semakin berkembang.

Melalui upaya ini, Anton megharapkan dapat mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan produktivitas sumberdaya manusia Indonesia, berbasis kemandirian Pangan. Nah jika himbauan ini dilaksanakan dalam setiap kegiatan di segala tingkatan pemerintahan danpendidikan, niscaya petani tidak akan merana lagi. Namun, kenyataan itu belum tau kapan akan terjadi. Komitmen membangun kemandirian bangsa tanpa harus ulap teken (silau oleh -red) produk-produk lmport segera harus ditumbuhkan. Nah tunggu apa lagi ?, ayo konsumsi produk pangan lokal!!