Jumat, 27 Maret 2015

Membangun Pariwisata NTT yang Berkeadilan

Pariwisata NTT mulai menggeliat. Wisatawan mancanegara mulai banyak yang hilir mudik ke NTT. Indikasi lainnya adalah bertumbuhnya fasilitas pariwisata seperti hotel di Kota Kupang dan obyek wisata lainnya. Mengharap cipratan dolar dari para pelancong, pemerintah menggelontorkan dana  segar untuk mempromosikan Pariwisata NTT. Terus  Siapa saja yang meikmati kue pembangunan pariwisata NTT ?

Berkembangnya pariwisata di NTT seharusnya  dapat memberikan kesejahteraan untuk kelompok miskin di NTT. Untuk apa pariwisata berkembang sedemikian hebat, namun tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya. Geliat Pembangunan di NTT memang nampak. Data BPS menunjukkan pertumbuhan Ekonomi di NTT meningkat, meskipun pertumbuhannya masih dibawah pertumbuhan ekonomi nasional. Namun nyatanya kemiskinan masih mengelayut di NTT. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik tahun 2010, NTT masuk dalam 10 provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Kondisi alam yang berat dan sumberdaya yang terbatas menjadi label pembenar, kenapa NTT tertinggal dari daerah lainnya. Belakangan eksotisme alam memberikan harapan baru meraih rupiah untuk mensejahterakan rakyat NTT. pariwisata diyakini dapat merubah nasib NTT dan tidak lagi berada di 10 besar provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi.  Berbagai daerah mulai diekspose “dijual” ke industri pariwisata. Namun, dari beberapa lokasi pariwisata yang sudah berkembang, ternyata tidak mampu menjawab permasalahan kemiskinan masyarakat setempat. Jangankan di seluruh NTT, di sekitar obyek pariwisata berkembang sekalipun masih menggelaut kemiskinan. Gelamor pariwisata seolah hanya milik para pelaku industri pariwisata. Bayang-banyang kemiskinan masing menghinggapi sebagian masyarakat yang tinggal di daerah tujuan wisata. Buku Kuasa, Pembangunan dan Pemiskinan sistemik karya Cypri Jahen Paju Dale menegaskan bagaima masyarakat malah terpinggirkan dari aktivitas pariwisata di daerahnya. Cypri Jahen Paju Dale menyoroti pengelolaan Taman Nasional Komodo (TNK) yang telah diprivatisasi dan sejak tahun 2003. TNK telah diserahkan pengelolaanya kepada PT Putri Naga Komodo, yang sahamnya dimiliki oleh PT Jaytasa Putrindo Utama (milik pengusaha keturunan Malaysia), dan The Nature Conservancy, sebuah raksana bisnis konservasi transnasional berkedudukan di Amerika Serikat. Eksistensi TNK dipertanyakan manfaatnya bagi masyarakat karena telah terjadi pencaplokan sumeber daya (kompas 24/8, hal 28).