Jumat, 20 Desember 2013

Berburu Emas di Ladang Pak Tani

Tulisan ini mungkin bisa menjadi “obat” penyakit insomnia saya. Begadang sampai pagi memang kegemaran saya dulu, ternyata sekarang kambuh lagi. Tapi saya tidak akan membahas penyakit insomnia saya. Saya hanya memanfaatkan penyakit ini agar lebih berarti untuk saya. Menulis bisa menjadi pengingat tentang suatu hal yang pernah saya pikirkan atau saya alami.
Pikiran saya hari ini cukup “diracuni” sebuah berit yang diulas sedikit mendalan di sebuah TV berita Suasta Indonesia. Ada Rencana Dua perusahaan Asing asal Asia yang sedang berkolaborasi untuk menanamkam modalnya di Indonesia. Berita itu juga mengungkapkan bahwa perusahaan asing itu sudah menghubungi sebuah perusahaan swasta yang beralamat di Djogjakarta sebaga mitra dalam berinvestasi. Yang membuat saya mensudah menyiapkan triliunan rupiah untuk diinvestasikan di Indonesia. Sektor yang dibidik bukan pertambangan, perminyakan, atau perkebunan kelapa sawit yang sudah biasa kita saksikan di negeri ini. Kabarnya perusahaan itu berniat berinvestasi dibidang pangan. Yah… beras, kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang sampai saat ini masih dikendalikan oleh pemerintah.


Kepemimpinan yang memimpin

MENYIMAK CERITA ATUT HARI INI, saya jadi teringat beberapa hari yang lalu seorang gubernur di jepang mengundurkan diri setelah mengaku menerima uang sebesar US$ 500.000,- dari pihak swasta. ini artinya bagaimana seorang pemimpin menjaga kepercayaan kepada institusi yang dia sempat pimpin. gubernur  itu tidak mencari-cari dalih hukum untuk pembenaran dan mempertahankan kuasanya. 
Di negara ini, kalau tersandung masalah, para pemimpin kita sibuk mencari-cari pembenar. Atas nama HAM, mencari dalih bahwa hak asasinya harus dihargai. Saya belum ditetapkan bersalah, jadi saya masih menjadi Gubernur. undang-undang mengatakan, selama belum memiliki kekuatan tetap, sang gubernur tidak dapat diturunkan. kenapa harus diturunkan ? kenapa tidak turun sendiri ? kalau proses ini berlarut-larut, berapa kegiatan yang akan tersandra oleh egiosnya "kita" mempertahankan kekuaasaan. Atas nama HAM, setiap orang harus dihargai. tetapi dalam pandangan saya, pemaknaan kita terhadap HAM di Timur tidak saja hak personal yang di jamin, tetapi bagaimana personal juga menghargai hak (kepentingan) bersama.