Rabu, 27 Agustus 2014

Pariwisata Bali di Persimpangan Jalan


Salah satu pembangunan fasilitas pariwisata tanpa memperhatikan
kepentingan lingkungan
 


Pembangunan pariwisata Bali yang terus di genjot sejak tahun 1970an sudah menemui titik klimaks. Kualitas Destinasi Pariwisata Bali menurun, hal ini diungkapkan Kepala Bidang Pengkajian dan pengembangan Dinas prisiwata Bali Drs I Ketut Narya dalam Seminar Mencari Format Pengelolaan Pariwisata Bali yang Sustainable (25/4/2011) lalu di Fakultas Pariwisata Unud. Narya mengungkapkan tingginya tekanan pembangunan fasilitas penunjang pariwisata oleh investor justru mengancam keberlanjutan pariwiata Bali. Narya mengakui banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran  dalam pembangunan tersebut, bahkan terkadang pemda terlambat mengeluarkan aturan-aturan sehingga sulit menindaknya. Akibat banyaknya hotel di Bali, penawaran kamar yang mencapai 16.145.000 kamar, sedangkan permintaannya hanya mencapai 5.500.000 kamar per tahun. Narya sangat menyayangkan kondisi ini, dan perang tarif anatara pelaku parisiwata tidak dapat dielakan. Keseimbangan Supply dan demand harus di jaga sehigga Bali akan menjadi Price maker  bukan price Taker seperti sekarang ini.

Tingginya tekanan terhadap lingkungan juga menarik perhatian Dr. M. Baiquni, Dosen Fakultas Geografi UGM. Baiquni menilai Ekowisata dapat menjadi alternatif penyelamatan lingkungan akibat pembangunan pariwisata. Dengan lebih mengembangkan local genius Bali, kekuatan alam dan budaya Bali akan tetap mampu mempertahankan pariwisata Bali. Baiquni megungkapkan budaya Bali harus tetap dipertahankan, karena itulah daya tarik Bali sebagai daerah tujuan wisata, 67% wisatawan yang datang ke Bali karena keuikan Budaya Bali. Nah sampai kapan budaya Bali mapu bertahan dari gempuran budaya asing yang dibawa para wisatawan ?.
Baiquni memaparkan empat scenario pariwisata Indonesia di tahun 2020. Jika kebijakan pemeritah sangat terbuka dengan investasi pasar global, Indonesia masuk pasa scenario “jadi Kuli di Negeri Sendiri”, dan jika semua Sumberdaya di jual ke pasar Global, maka Skenario “Bangsa Asing Bermain yoyo” tidak bisa dihindari. Indonesia akan ditarik ulur oleh hutang luar negeri. Skenario lainnya jika usaha lokal mampu dipadukan dengan global, Indonesia akan masuk pada skenario “kura-kura dalam perahu” lambat tapi kokoh. Namun jika Indonesia mempunyai kepercayaan diri untuk bebas dari semua tekanan di masa sekarang, pariwisata bangkit sebagai penggerak perekonomian. Namun semua itu kembali kepada komitmen pemerintah apakah mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar