Senin, 03 Maret 2014

Berbenah Sebelum Ditinggal



Pasar Tradisional, Berdagang Seadanya, Menegasikan Kebersihan  dan Kenyamanan

Cepat-cepat berbenah sebelum terlambat, perlu dilakukan pada pasar tradisional di Kota Kupang. Berkaca dari kota-kota besar lain di Indonesia. Pasar tradisional perlahan ditinggalkan oleh konsumennya. Tentu hal ini tidak diinginkan terjadi pada pasar tradisonal di Kota Kupang.

Data BPS mencatatkan pertumbuhan ekonomi di NTT pada tahun 2012 mencapai 5,84%. Pertumbuhan ekonomi di Kota kupang mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi yaitu sebesar 8, 26 persen di tahun yang sama. Data ini memberi isyarat bahwa daya beli masyarakat yang bermukim di kota kupang saban tahun kian meningkat. Peningkatan ini juga akan mempengaruhi pilihan-pilihannya dalam memenuhi kebutuhannya. Seiring meningkatnya daya beli, masyarakat mulai berfikir hygienist dan kenyamanan dalam berbelanja. Meskipun harga yang harus dibayar bias jadi lebih mahal. Keenganan masyarakat berbelanja kepasar tradisional di Kota Kupang nampaknya sudah mulai mengejala. Harian Timor Express-red edisi (12/12) lalu memuat hasil liputannya mengenai perilaku masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hari raya dan tahun baru. Pada laporan itu, pasar tradisional tidak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Biasanya pada tahun-tahun sebelumnya, menjelang natal dan tahun baru pasar-pasar tradisional penuh sesak masyarakat untuk memenuhi kenutuhan hari raya. Namun tidak  untuk tahun ini (akhir tahun 2013-red). Pengunjung pasar tradisional tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Merujuk pada data dan fakta tersebut, terlihat telah terjadi pergeseran pilihan pasar. Masyarakat kota kupang mulai beralih dari pasar tradisional ke pasar moern. Meskipun baru terjadi pada pemenuhan kebutuhan hari raya di penghujung tahun, namun hal ini lambat laun akan berlanjut pada pemenuhan kebutuhan harian mereka.

Terus pertanyaan berikutnya adalah, apakah pasar tradisional ini dibiarkan mati pelan-pelan seperti halnya pasar tradisional di kota-kota besar lainnya di Indoneisa. Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mencari siapa yang dipersalahkan. Namun berusaha mengurai “benang” yang terindikasi akan kusut, sebelum semakin kusut. Terdapat tiga kelompok yang memiliki relasi sangat kuat yang mempengaruhi eksistensi pasar tradisional. Pedagang, masyarakat (konsumen), dan pemerintah (pengelola pasar). Ketiga elemen ini memiliki peranan penting dalam menentukan apakah pasar tradisional mampu menyesuiakan jaman atau “dimakan” jaman. Apabila dibiarkan, tentu kebutuhan pokok masyarakat akan dipenuhi oleh korporasi-korporasi besar yang dimiliki oleh segelintir orang. Sementara ratusan atau bahkan ribuan pedagang kehilangan mata pencahariannya. Kalau hal ini terjadi, masalah sosial baru sudah menunggu di Kota karang ini.

Suasana Pasar di Salah Satu Pasar Tradisional di Kota Kupang
Sebelum lebih jauh kita membicarakan pasar tradisional dan modern, ada baiknya kita membatasi pemahaman kita tentang pasar teradisional dan pasar modern. Pertentangan pasar modern dan pasar tradisional ini lebih kepada kepemilikian dan keterlibatan pengusaha dalam pasar. Pasar tradisional merupakan kumpulan pengusaha-pengusaha kecil. Pemilik sekaligus menjadi tenaga kerja dalam kegiatan perdagangan di pasar tradisional. Transaksi ekonomi akan terdistribusi secara merata kepada pengusaha kecil tadi. Aktivitas ekonomi dapat dinikmati oleh banyak pengusaha, kemudian meningkatkan daya beli rumah tangganya. Selain itu, pasar tradisional menjadi media interaksi yang baik antara penjual dan pembeli. Ada tawar-menawar yang menjadi ciri pasar tradisional. Ini merupakan hal yang unik, yang harus diepertahankan dalam kehidupan sosial masyarakat kita. Hal ini tidak akan dapat dijumapi dalam Pasar modern. Aktivitas jual-beli bersifat mekanis, dan kaku. Selain itu, struktur kepemilikiannya hanya dimiliki oleh segelintir orang. Ini artinya keuntungan yang diterima akan dinikmati oleh beberapa orang saja. Kalaupun ada keterlibatan orang-orang yang bekerja dalam kegiatan pasar modern, mereka hanya menjadi pekerja bukan pemilik. Berbeda dengan pasar tradisional pekerja sekaligus pemilik dari  masing masing usahanya. 

Masyarakat sebagai konsumen tentu berhak memilih tempat berbelanja yang nyaman. Dalam hal kenyamanan berbelanja, dan produk yang hygienist. Kedua layanan inilah yang perlu dibenahi dalam pasar tradisional. Sehingga mampu bertahan dalam gempuran modernitas. Mewujukan pasar tradisional yang nyaman dan hygienist tentu menjadi tanggung jawab bersama. Pedagang sebagai pelaku usaha harus mengingkatkan pemahamannya tentang produk yang hygienist dan menjaga kebersihan tempat berjualannya. Pemerintah sebagai pemegang regulasi memiliki peranan strategis. Hal yang pertama adalah mengatur persaingan antara pasar tradisional dengan pasar modern, melalui pengaturan jarak dan lini produk yang dijual. Berikutnya adalah meningkatkan kapasitas layanan pasar tradisional. Kapasitas layanan yang dimaksudkan mulai pengaturan tata letak, parkir kendaraan, zonasi pedagang, kebersihan pasar, dan edukasi pedagangang. Sebelum ditinggalkan, adabaiknya semua stakeholders bahu membahu berbenah. Pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati oleh banyak orang, cengkrama antara penjual dan pembeli tetap menghiasi suasana berbelanja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar