Jumat, 23 Agustus 2013

Merengkuh kemandirian pendidikan

Dalam Sidang BPUPKI, Bung karno secara gamlang mengungkapkan bahwa Indonesia merdeka menjadi suatu kebangsaan yang bulat. Bukan atas Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali, Borneo atau yang lannya. Kebangsaan Indonesia. bukan chauvinism (panatik sempit) tapi bukan juga kosmopolitisme (tidak mengakui kebangasaan) namun sebagai bangsa membangun persaudaraan bangsa-bangsa. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan. Mufakat, atau demokrasi. Kesejahteraan sosial. Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Di hadapan peserta Kongres Besar GMNI di Jakarta (20 Juli 1963) Bung Karno mengingatkan betapa pentingnya pancasila bagi bangsa Indonesia. Mandat besar kepada kader GMNI untuk “Memikul Tanggung Jawab Dalam Memenangkan Pancasila”. ……..Dasar idiologi kita (pancasila) harus dipegang teguh dan bukan hanya di pegang teguh tapi di sebar luaskan…… seru soekarno ketika itu.
Setelah 68 tahun Indonesia melampaui Jembatan Emas, Sekali lagi Jembatan Ema. Nampaknya kita belum benar-benar mencapai kemerdekaan yang di cita-citakan. Kemerdekaan bagi eluruh rakyat Indonesia. Masih banyak rakyat Indonesia yang menjadi warga kelas dua, tiga, bahkan mungkin empat. Masih ada kaum-kaum yang selalu termarjinalkan, Kaum yang selalu termiskinkan. 68 tahun kita medeka, anak-anak bangsa ini masih mempertanyakan pancasila. Kebingunan tentang nilai-nilai pancasila. Itu semua tidak terlepas dari 30 tahun rezim orde baru secara sistematik mengaburkan nilai luhur Pancasila. Kekuatan libralisme telah masuk ke tulang susum para elit kekuasaan. Munculnya UU BHP, pendiikan gratis yang tidak lebih dari kamuflase, membuat generasi bangsa ini semain tertinggal. Pendidikan hanya mampu dinikmati oleh golongan atas, golongan borjuasi. Inikah keadilan sosial yang dicita-citakan bangsa ini?, kemana semangat gotong royong selalu di agung-agungkan. Gotongroyong yang hanya diimplementasikan kerjabakti membersihkan selokan dan tempat ibadah. Tapi lebih jauh dari itu, gotong royong yang dimaksud dalah bahu membahu hidup secara sejajar, memiliki hak dan kewajiban yang sama di setiap lapisan masyarakat.

“Bukan lautan tapi kolam susus” itu salah satu petikan lirik lagu dari grup band koes plus. Benar!!! Indonesia merupakan Negara yang “gemah rimpah loh jinawe”, kekayaan alam berlimpah dan potensi sumer daya manusia. Banyak anak-anak bangsa ini yang menjuarai olimpiade, ada agus wirawan, dan masih banyal lagi lainnya pemuda cerdas di Negara ini. tapi adakah potensi ini mendapat perhatian para elit kekusaan ?. semua kekayaan bangsa ini telah di kuasai asing. Bukan amerika yang salah, bukan Australia yang salah, bukan arab yang salah (bukan bermaksud membela negara-negara tersebut), namun karena adanya kapitalisme di negeri sendiri-lah sumber dari segala sumber masalah. Para penguasa berlomba-lomba menggadaikan asset-aset bangsa.
 
Bagaimana dengan nasib anaknya si joko yang hanya menjadi tukang rokok di alun-alun, bagaimana nasib anak men Iluh yang keliling jualan lumpia di alun-alun yang penghasilannya tidak seberapa. Di satu sisi, pendidikan di negara ini terus semakin mahal. Untuk masuk taman kanak-kanak (TK), harus merogoh jutaan rupiah, bagaimana mungkin si Joko dan men Iluh mampu menyekolahkan anaknya. Kalau bersekolah dengan fasilitas dan kualitas yang seadanya. Semua standar diukur dengan uang, “ya kalo kita ga mampu bayar mahal, jangan nuntut kualitasnya”. ungkapan ini seolah rasional, namun fenomena ini sangat bertentangan dengan landasan konstitusi bangsa ini.
 
Penguasa negeri ini merogoh kocek cukup dalam untuk mensosialisasikan bahawa dibawah kepemimpinannya pendidikan hak semua rakyat. Sebuah iklan layanan masmyarakat di beberapa stasiun televisi, membawa pesan walau bapaknya loper Koran anaknya bisa jadi wartawan, walau bapaknya supir angkot, anaknya bisajadi pilot. Nah mana mungkin bisa jadi pilot kalo pendidikannya hanya tamat SMP (9 tahun). Itupun belum gratis seperti apa yang ada di iklan itu. Nampaknya bangsa ini masih harus bekerja keras untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan oleh para foundin bg father bangsa ini.
Seoga secuil tulisan ini dapat menjadi bahan renungan bersama bagaimana kita membangun kemandirian bangsa.

1 komentar: